Melawan Zaman Edan
Tulisan ini terinspirasi dari sebuah buku yang saya baca
karya Faisal Ismail “Pencerahan Spiritualitas Islam di Tengah Kemelut Zaman
Edan”. Benar memang apa yang ditulis oleh Faisal Ismail dalam bukunya. Di
zaman ini, zaman yang penuh dengan kebobrokan, kebiadaban, zaman yang penuh
perilaku culas dan ketidakjujuran menjadikan bangsa ini semakin terpuruk dalam
keterpurukkan yang mendalam, maka itu saya merasa perlu untuk mengangkat
masalah ini karna memang sangat penting untuk kita ketahui bersama bahwa
perilaku-perilaku yang mencoreng dunia pendidikan ataupun kebobrokan yang
lainnya sudah benar-benar mewabah sejak lama. Salah satu yang disampaikan oleh
Faisal Ismail yang membuat saya untuk kembali mengangkatnya adalah praktik jualbeli manusia.
Kalau dulu kita mendengar
hewan-hewan diperjualbelikan itu sudah biasa kita dengar, tetapi anda akan merasa
aneh ketika mendengar
praktik jualbeli manusia? Ya jualbeli manusia. Di zaman edan ini praktik-praktik
perdagangan manusia (perempuan dan anak-anak) . sudah sangat merajalela hampir di setiap daerah
atupun dunia, zaman terus bergolak dan
berganti mengikuti poros sumbunya yang semakin pudar , redup, tua dan rentah.
Zaman memperlihatkan tanda-tandanya dengan menampilkan bebagai isyarat buram
yang sangat memperlihatkan. Salah satunya tanda-tanda zaman yang sangat
meresahkan, menghawatirkan dan mencemaskan dewasa ini adalah maraknya
perdagangan manusia (perempuan dan anak-anak). Edan! Benar-benar edan.
Bukan hanya kasus itu saja, di zaman yang edan ini
pula jual beli gelar akademik pun merajarela di lembaga-lembaga pendidikan
tertentu. Bahkan sangat mudah sekali untuk mendapatkan gelar akademik yang mentereng
hanya dengan membayar dengan uang, sudah dapat gelar yang mentereng ini
merupakan pelecehan intelektual yang tak dapat di maafkan. Praktik-praktik yang
mencoreng sosok peradaban luhur . bayangkan, orang yang sebenarnya tidak
mempunyai kualifikasi akademik diberi gelar akademik yang mentereng oleh
lembaga pendidikan tertentu. Yaitu
jualbeli gelar akademik, akibatnya, banyak orang yang sebelumnya tidak bergelar
S-1, S2,
S-3. Lantas memampangkan
gelar-gelar akademik tersebut pada nama-nama mereka, bangga tanpa rasa
salah sedikitpun, tanpa ada beban moral dan beban intelektual. Edan!
Benar-benar edan. Praktik-praktik seperti inilah yang menjadikan bangsa ini
tertinggal dengan bangsa lain.
Dunia sudah semakin tua zaman sudah semakin edan.
Zaman sudah semakin bobrok. Sebenarnya kalau kita mau berpikir kritis, kita
akan sampai pada suatu kesimpulan bahwa yang edan bukan zamannya, tapi sebagian
manusia yang menghuni dunia dan hidup di zaman ini. Saya teringat oleh seorang Penyair
Taufiq Ismail dalan suatu bait puisinya
secara kesal mengatakan. “Dengan Puisi Aku Mengutuk Nafas Zaman Yang
Busuk”. Bait itu sangat mungkin mewakili perasaan banyak orang tatkala
menyaksikan roda zaman edan yang sesak dengan tragedi kemanusiaan dan tipisnya
ruh relijiusitas. Namun, keinginan untuk melakukan perubahan atas zaman edan.
Bagaimanapun, memerlukan lebih dari sekedar menyampaikan kutukan. Lantas,
bagaimana melawan zaman edan ini? Saya setuju atas solusi yang di tulis oleh
Faisal Ismail bahwa dalam hal ini pentingnya manusia perlu memanusiakan dirinya
sendiri. Manusia perlu membudayakan dirinya sendiri, caranya adalah dengan secara
total kembali ke fitrah kejadianya sebagai manusia, berperilaku sebagai manusia
dan tidak berperilaku seperti binatang. Dalam waktu yang sama, fitrah dan watak
kemanusiaan sejati dalam manusia harus ditumbuhkan agar manusia berkembang
sesuai dengan komitmen fitrah kejadiannya yang disinari bimbingan agama Allah.
Jika di dunia ini setiap manusia berperilaku sepertihalnya manusia (tidak
berperilaku seperti hewan atau binatang) maka dengan sendirinya zaman akan
menghembuskan aroma harum yang segar,
sedap, enak dan membahagiakan kita bersama. Itu berarti kita berhasil melawan
kebejatan dan kejahatan zaman edan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar